Dari Basilica St Paulus di luar
tembok, kami menuju Tre Fontane (search google dan Wikipedia tentang Tre
Fontane)..
Semakin kagum meskipun semakin
ketahuan aku belum mengenal baik dengan orang kudus ini Santo Paulus.. PR besar
untuk lebih tahu dan belajar tentangnya..
Entrance to Tre Fontane ; on pict Linda Sihite & Susilawati Sumawinata |
Selanjutnya kami disambut patung
kudus tinggi di gerbang kompleks kapel dan biara.. dan tampak wording ORA et
LABORA.. oalaaah St BENEDICTUS vs ORA et LABORA itu saling berkaitan toh?? Lagi-lagi
aku baru nyadar, padahal ada 2 Benedictus di rumahku.. karena sudah terlanjur
ketinggalan aku berfoto disini, dengan bantuan Uut.. dan di gerbang yang lain
dibantu mbak Susi dan Linda… udah sok akrab banget yaah.. :)
Photo taken by Uut |
Dari parkiran menuju bangunan
kapel.... tiba-tiba ciiiiiiittt ada sebuah
city car yang masuk park area dengan kecepatan tinggi dan injak
pedal rem sedikit menghentak… eeh ada mobil mungil itu lagi.. :) eitttss yang nyupir Romo Londo
(ketahuan dari collarnya).. si Romo melempar senyum kepada rombongan kami…
drive safely Father.. do not forget how to use the brake wkwkwkwkwk… bakat
pembalap nihh…
Ketika masuk kapel TL
menceritakan tentang pemenggalan kepala St Paulus yang menggunakan kapak...hihhhh, juga mata air yang merupakan
tempat bergulirnya kepala sang Santo, dimana menyembur 3 mata air yang kemudian
dikenal dengan tre fontane, di basement ditunjukkan pula tempat perasingan sang
orang kudus ini, sebelumnya aku membayangkan tempat yang panas dan pengap,
ketika aku menjulurkan kepalaku melalui lubang disitu, malah hawa dingin yang
terasa.. yang mampu membuatku menundukkan kepala sejenak mengingat-ingat kisah
orang suci ini yang awalnya sejarah hidupnya adalah musuh utama Kristus dan
kemudian berbalik menjadi pengikutnya yang setia.. Mampukan aku untuk selalu setia hanya
padaMu pemilik hidupku.. demikian pintaku..
Penjara bawah tanah St Paulus |
Penjara bawah tanah St Paulus |
Dari tempat yang adem ini, kami
meluncur ke Basilica St Giovanni Lateran.. bangunan gereja yang besar.. selagi
TL melakukan approach dengan pengurus Scala Santa tempat kami akan mengadakan
misa dengan Bapa Uskup sore itu..
Basilica St Giovanni Laterano |
Tidak ada kata lain, bangunan
megah perpaduan antara kekayaan karya seni dan Kristen.. di satu sudut terdapat
semacam kotak dan ukiran timbul dan diberi pagar.. banyak lembaran uang dan
coin tergeletak di situ.. Aku menanyakan kepada seorang gadis dari kelompok
GREENY (pita ijo maksudnya) “Mbak itu kenapa kok banyak duit? Ada ritual apa
sih disini?” si gadis menjawab, “Nggak tau ya Tante.. (yaah Tante) saya juga
ikut-ikutan aja..!” SETUJU… aku juga ah ikutan.. lempar koin.. ehhh kenapa yang
keluar koin Rp 500 aku tukar dapatlah coin euro ; ambil lagi yaah dapetnya Rp lagi
ya sudah.. aku make a wish aja.. yang aku artikan keluargaku di Indonesia suatu
saat bisa bersama-sama ke Eropa… (EURO meets
IDR) Amin
Menyeberang sedikit, kami sampai
di Scala Santa, merupakan anak tangga awal penyiksaan Yesus sang Penebus 2000
tahun yang lalu, dimana di beberapa anak tangganya terdapat tetesan darah..
(search Google) tangga ini dibawa oleh St Helene ke Roma pada abad ke 4, menurut inifomasi
dari TL, kapel ini dikelola oleh biarawan/biarawati Kapusin
di sini pula kabarnya ada tabernakel pertama dan image Yesus pertama…. dalam
wajah Asia.. tata cara berdoa di Scalla Santa adalah dengan berlutut dari
lantai 1-28. Konon kabarnya terdapat tetesan darah Yesus di tangga ke-2, 11 dan
28..
Picture copied from Google |
Kami mengadakan misa pertama di
Roma, dipimpin langsung oleh Bapa Uskup Mgr Edmund Woga CSsR dan seorang Romo
pembantu dari keuskupan yang sama, Weetebula yang sedang studi di Roma.
Awalnya kami tidak bermaksud
untuk berdoa di tangga Scala Santa ini, tapi tiba-tiba berubah pikiran ketika
Lielies dan kakaknya mengajak doa disini.. ternyata kemudian menyusul Monica pun melakukan
hal yang sama.
picture taken by Lielies Agung |
Rasanya berdoa berlutut dari anak tangga pertama s/d ke-28…? Adalah kepenatan luar biasa, rasa sakit karena lutut bertemu dengan tangga
kayu (marmer) yang permukaannya sudah bergelombang. Di pertengahan perjalanan
kami harus merambat tanpa pegangan, karena memang tidak tersedia, pun ada 2
orang peziarah lain yang sedang berdoa sangat khusuk di tangga itu..
picture taken by Linda Sihite |
Menjelang puncak anak tangga,
kaki sudah sangat berat untuk digerakkan, apakah rasa sakit pada kaki kami
sepadan dengan penderitaan Kristus saat itu? Tentu tidak..
Ketika sampai di puncak tangga,
kami diperkenankan untuk melihat tabernakel pertama juga Salib Kayu dengan
image Kristus wajah Asia.. Kala itu kupikir aku tidak lagi memliki pecahan euro, hampir saja aku ngutang Lielies karena mama/papa sudah di luar bangunan Scala Santa.. tapi uppss untung di sela-sela dompetku yang tampilan nya setebal batako tersembul lembaran euro, pertolongan Tuhan selalu datang tepat pada waktunya aku BATAL HUTANG... hiii hampir malu.
Ternyata karena tidak sempat berpamitan dengan papa, 15-20 menit terpisah membuat papa panik.. tapi kemudian terpancar rona kelegaan setelah tahu anaknya berdoa di tangga Scala Santa yang aku tahu mama-papa secara fisik akan sangat kesulitan melakukannya, jadi aku sampaikan kepada mereka bahwa berat sekali doa disini, jadi segala kepenatan ini biarlah untuk mewakili mama-papa juga rekan-rekan yang susah karena hambatan fisik juga mewakili keluarga di Indonesia.. dan aku juga sampaikan apa yang terjadi di puncak tangga bahwa aku nyaris berHUTANG serta kemudian menemukan selembar euro 'agak besar' nominalnya tapi untunglah papa berujar.. "Berderma tidak boleh disesali, harus ikhlas.. ini ziarah.. tidak boleh berhitung!"
Mengapa aku berhitung?? Karena tidak sedikit uang papa yang dititipkan ke dompetku, karena mama-papa tidak mau bertransaksi dengan mengumbar banyak dompet yang dibuka.. takut dan taat pada TL, terima kasih Tuhan..
Kemudian bis mengantar kami ke
Basilica Santa Maria Maggiore.. Ternyata sudah tutup, jadi kita hanya berputar
melewati Basilica megah ini, yang konon disimpan relikui palungan Yesus.. hmm
cerita yang menarik..
Basilica Santa Maria Maggiore |
Selanjutnya kami berputar-putar
kota Roma, melewati Roman Forum, dan icon-icon bersejarah kota Roma, terakhir ke Colosseum untuk menikmati senja disana..
Sebelum sampai
Colosseum terjadi kehebohan..!! Oma Sandra nyaris masuk sarang penyamun aaah
ada-ada aja si Oma..!! Oma bercerita dia bertanya kepada salah satu pria asing
disana, “Mana Yusak?” si Italiano bingung, “What..what??” sampai kemudian TL kami menjemput sang Oma yang
terpisah dari kami, demikian juga Romo tamu dari keuskupan Weetebula yang
sehari ini menemani kami pun berpisah disini, karena Colosseum merupakan lokasi
terdekat dengan asrama beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar